Oleh: Bagus H. Jihad Adzhar
Semoga Allah mencurahkan rahmatNya untuk kita semua. Semoga Allah memberkati langkah dan upaya kita untuk turut berpartisipasi menyatukan langkah guna melestarikan lingkungan hidup. Dan layak memperoleh ganjaran pahala yang berlipat ganda, sebagaimana hadist Nabi:
Dari Abi Amr Ibn Jubair Ibn Abdillah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang berbuat baik dalam islam, maka ia akan memperoleh pahala dari perbuatan itu dan pahala dari orang yang melaksanakan atau meniru prakarsa itu setelahnya tanpa mengurangi pahala orang-orang yang menirunya. Dan barang siapa berprakarsa yang jelek, maka ia akan mendapatkan dosa dari prakarsanya itu tanpa mengurangi dosa orang yang menirunya (HR.Muslim)”.
Saya mulai tulisan ini dengan menyampaikan firman Allah dalam Quran Surat Ar-Ruum (30):41,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). [QS. Ar-Ruum (30) : 41]
Kata dhohara (nampak ~dengan jelas~) pada mulanya berarti terjadinya sesuatu dipermukaan bumi. Sehingga, karena dia dipermukaan, maka menjadi nampak dan terang serta diketahui dengan jelas. Sedangkan kata al-fasad (kerusakan) menurut al-ashfahani adalah keluarnya sesuatu dari keseimbangan, baik sedikit maupun banyak. Kata ini digunakan menunjuk apa saja, baik jasmani, jiwa, maupun hal-hal lain. Ayat di atas menyebut darat dan laut sebagai tempat terjadinya fasad itu. Ini dapat berarti daratan dan lautan menjadi arena kerusakan, yang hasilnya keseimbangan lingkungan menjadi kacau. Inilah yang mengantar sementara ulama kontemporer memahami ayat ini sebagai isyarat tentang kerusakan lingkungan [Quraish Shihab, 2005: 76-77 dalam Pemanfaatan dan Pelestarian Lingkungan Hidup; [http://agustinarahmayani.wordpress.com]
Selanjutnya mari kita kaji firman Allah dalam QS. An-Nahl (16) : 3-14,
· Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak.
· Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan.
· Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan.
· Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
· Dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.
· Dia-lah, yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu.
· Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.
· Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (Nya),
· Dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran.
· Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.
Dari ayat-ayat tersebut, manusia sebagai khalifah Allah di bumi telah diberikan “lisensi” untuk mengelola alam dan memanfaatkannya untuk memenuhi berbagai kebutuhan, dari yang profan seperti pemenuhan hajat hidup, sampai yang sakral seperti menjadi media untuk beribadah. Setiap bagian dari alam dan lingkungan yang diciptakan tidak ada yang percuma. Semuanya telah didesain dan diciptakan lengkap dengan manfaatnya masing-masing dan menjadi kewajiban manusia untuk mencari rahasia manfaat dan memanfaatkan tiap ciptaan-Nya.
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا
“...Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini (semua) dengan sia-sia...” [QS. Ali-Imran (3) : 191].
Umat manusia bukan pencipta alam ini, oleh karenanya ia bukan pemilik alam ini. Umat manusia diberi hak untuk memiliki, menggunakan, menikmati sepenuhnya dan berkewajiban memelihara untuk melestarikannya. Bahkan bukan sekedar melestarikan lingkungan hidup, tetapi memperindahnya sesuai dengan daya kemampuan yang dimilikinya dan daya kemampuan yang lebih tinggi lagi serta ilmu yang telah dipelajarinya. Memelihara lingkungan hidup ini bukan hanya sekedar kewajiban asasi manusia untuk kepentingan manusia, tetapi lebih tinggi dari itu, yaitu rasa syukur, pengabdian dan ibadah makhluk kepada Sang Khaliq yang telah menganugerahi kekayaan yang sangat luas tak terhingga jumlah dan nilainya, bahkan tak terjangkau berakhirnya, yakni sampai hari berakhirnya alam raya ini pada hari kiamat yang tidak seorang pun mengetahui kapan berakhir [baca: http://baguse-rek.blogspot.com/2011/01/jamrud-bumiku-lazuardi-langitku.html].
Selanjutnya menarik menyimak, apa yang ditulis oleh Mursalim Nawawi dalam “Revitalisasi Peran Agama dalam Pelestarian Lingkungan, http://mursalimn1.blogspot.com”:
“...sudah menjadi kebutuhan mendesak untuk dirumuskan sebuah formula konservasi alam, diantaranya adalah dengan menggunakan pendekatan agama. Bukanlah hal yang berlebihan jika melibatkan agama dalam konteks ini, karena pada esensinya diantara misi agama adalah mencegah munculnya kerusakan, termasuk kerusakan alam dan lingkungan hidup. Agama merupakan ranah yang pada saat-saat tertentu mampu menjadi rem yang ampuh bagi hasrat manusia untuk melakukan suatu hal yang bersifat merusak. Memang tidak selamanya agama mampu memerankan perannya yang semacam itu, namun ketika jalur sains atau jalur-jalur lain terhambat, “pintu agama” bisa menjadi salah satu pintu untuk masuk ke dalam jiwa setiap orang, yang pada akhirnya mempengaruhi agar tidak merusak lingkungan”.
Dalam konteks agama Islam, pembahasan tentang lingkungan hidup oleh beberapa pakar hukum islam dinamakan Fiqh Al Bi'ah, atau dalam konteks keindonesiaan bermakna Fikih Lingkungan. Adanya Fikih Lingkungan merupakan salah satu pranata yang bisa mendukung visi tentang sinergi antara isu keagamaan dan isu konservasi lingkungan hidup tadi.
Di dalam Al Qur'an, terdapat 426 ayat yang menyebutkan bumi, baik berisi perintah menjaga kelestarian, memanfaatkan, peringatan dan sebagainya. Hal ini membuktikan bahwa perihal alam dan lingkungan hidup mendapatkan porsi yang cukup signifikan di dalam Islam. Sejak masa awal Islam, telah muncul ajaran untuk menjaga lingkungan, hal ini dapat dilihat dalam beberapa ayat Al-Qur'an, seperti surat Al-Baqarah ayat (2) : 27, 60, 204-205, Luqman (31) : 20, Al-A'raf (7) : 56, 74, 85, Al-Maidah (5) : 33, 64, Shad (38) : 27, Huud (11) : 85, Ar-Ra'd (13) : 25, Asy-Syu'ara (26) : 151-152, 183, Al-Qashash (28) : 77, dan lainnya.
Islam telah memberikan beberapa ketentuan yang terkait dengan kewajiban manusia terhadap alam dan lingkungan. Menurut Prof. KH. Ali Yafie hal tersebut pada prinsipnya dijelaskan dalam beberapa bagian,
- Perlindungan jiwa raga (hifdh al-nafs), ini kewajiban utama dalam pandangan hukum Islam (Fikih).
- Kehidupan dunia sebagai modal kehidupan sesudahnya mestilah diarungi dengan baik tanpa cela. Oleh karenanya, berbuat kerusakan di atas dunia, termasuk merusak lingkungan adalah perbuatan tercela.
- Manusia sebagai makhluk berakal harus memelihara ekosistem. Keseimbangan mutlak harus dijaga demi kelangsungan hidup umat manusia.
- Semua makhluk yang diciptakan Tuhan adalah mulia dan berguna. Siapapun dilarang mengeksploitasi berlebih-lebihan.
- Manusia sebagai pemimpin dimuka bumi adalah pengelola alam demi kelestarian kehidupan. Segala tindakannya di dunia akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Gagasan untuk merumuskan Fikih Lingkungan sebagaimana yang dituliskan oleh Prof. KH. Ali Yafie dalam bukunya “Merintis Fikih Lingkungan” bahwa fikih lingkungan yang berdasarkan pada nash agama sebenarnya bukanlah hal yang baru, hanya saja belum terformulasi dan tersosialisasikan secara massif ditambah lagi implementasi dilapangan yang belum optimal.
Perlu pemahaman yang cerdas dan arif, bahwa memasukkan isu-isu pelestarian lingkungan dalam kurikulum pendidikan pesantren dan sekolah serta materi khutbah sebagai suatu hal penting daripada membicarakan masalah “ruknun min arkan al-Islam”. Karena menjaga lingkungan hidup dan alam semesta ini adalah konsekuensi dari kepercayaan Tuhan kepada manusia yang telah Dia angkat menjadi khalifah di muka bumi ini. Tanggungjawab ini harus dipegang teguh semua orang.
Pemikiran penyatuan agama dan pemahaman keilmuan tatakelola Lingkungan Hidup (LH) dan sumber daya alam (SDA) sangatlah sejalan dengan ajaran dan konsepsi Islam. Karena tujuan syariah (maqashid as-syariah) berupa kemaslahatan umat, perlu adanya penyatuan keilmuan kauliyah yang datangnya dari Allah berupa Al-Qur'an dan Hadits dan keilmuan kauniyah yang diperoleh dari logika atas fenomena alam. Melalui kesatuan pemahaman kauliyah dan kauniyah ini, norma dan etika akan menjadi satu bangun yang utuh dan menyatu (endogen) dalam pemahaman pelestarian LH dan pengelolaan SDA.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup, beberapa tahun ini juga menerapkan program Eco-Pontren. Ini mengajak pesantren ikut andil dalam pelestarian lingkungan. Berdasarkan data kementerian, dalam kurun waktu 2008-2010, terdapat 1.325 pesantren yang ikut program itu dengan jumlah kader sebanyak 4.035 orang [ http://www.menlh.go.id/mui-dan-klh-tandatangani-ecoteologi-islam].
Beberapa kegiatan dalam usaha memperkenalkan pemahaman tentang Eco-Teologi Islam tersebut telah dimulai dengan kegiatan yang disebut sebagai Eco-Pontren atau Eco-Pesantren. Salah satu Pesantren yang menjadi pelopor Pesantren Daarul Quran, Ketapang, Tangerang yang menetapkan syarat sunah bagi calon santri di program i'daad atau persiapan. Ini mulai diberlakukan pada 2011 nanti, untuk calon santri program persiapan tingkat SD, SMP, dan SMA. Dengan syarat ini, mereka diminta untuk memberikan sejumlah hewan piaraan dan tumbuhan.
Ustadz Yusuf Mansyur, pimpinan pesantren tersebut (Ahad, 19/12) mengatakan, mereka mesti menyerahkan sepasang anak kambing, 10 ekor anak ayam, 10 ekor anak itik, 10 kg bibit ikan, 10 bibit pohon sengon, satu bibit pohon trembesi, dan 10 bibit pohon. "Syarat itu bisa ditambah atau dikurangi, sesuai dengan kemampuan santri.
Gambar 1. Hijaunya Pesantren Daarul Quran.
Bibit pohon yang ditetapkan dalam syarat sunah itu merupakan kepedulian Yusuf Mansur terhadap penghijauan lingkungan. Ini juga merupakan kelanjutan program yang sebelumnya sudah digalang. Pada 2005, misalnya, lembaga yang dipimpinnya menggulirkan sedekah seribu pohon yang didukung santri dan keluarganya [Republika, 24 Desember 2010].
Nantinya, yang bakal merawat berbagai jenis pohon tersebut adalah para santri sendiri, meskipun tidak selama 24 jam. Daarul Quran mempunyai bagian-bagian tertentu yang menjadi tempat pembibitan pohon sedekah calon santri itu. Selain itu, pohon-pohon dari calon santri tersebut disalurkan untuk masyarakat di sekitar pesantren. Sudah sekitar 6.000 bibit pohon mangga dan jati dibagikan. Yusuf Mansur mengatakan, pohon-pohon mangga bahkan sudah ada yang tingginya mencapai satu hingga dua meter. Ia mengatakan, kepedulian lingkungan yang disebarkan lewat pesantren yang dipimpinnya didorong oleh ajaran Alquran untuk melestarikan lingkungan.
Kini, kerja keras pengasuh pesantren dan para santri menanam serta merawat berbagai jenis tanaman dan pohon, membuat lingkungan pesantren asri. Pohon-pohon ketapang, salah satu jenis yang ditanam di sana, membuat pesantren sangat rindang. Menteri Pendidikan Muhammad Nuh, yang beberapa waktu lalu bertandang, memuji keasrian pesantren.
Pondok Pesantren Zamrud, Ciputat, Tangerang Selatan, juga melakukan sejumlah langkah untuk pelestarian lingkungan hidup. Nurul Hidayati, ketua umum Persaudaraan Muslimah (Salimah) yang juga pengajar lepas di pesantren itu mengatakan, di sana ada kegiatan pelatihan dan penelitian tentang pelestarian lingkungan.
Pelatihan tak hanya berlangsung di pesantren, tapi juga untuk masyarakat terutama ibu-ibu yang mencakup penjelasan tentang pemanasan global, dampaknya, serta bagaimana mengurangi pemanasan global. "Kami menyerukan gaya hidup hijau kepada masyarakat. Caranya bisa dengan banyak menanam tanaman," ujar Nurul.
Konsepsi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berbasis agama ini telah tertuang dalam kesepakatan bersama antara KLH dan MUI, dimana MUI membentuk Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam. Lembaga ini dibentuk pada tanggal 23 September 2010 yang merupakan tindak lanjut dari hasil Musyawarah Nasional VIII Majelis Ulama Indonesia pada 26-28 Juli 2010 ini, bahwa lembaga ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemahaman dan pengamalan keislaman dalam pelestarian lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam yang tercermin dalam tindakan dan perilaku kehidupan sehari-hari seluruh umat muslim khususnya dan bangsa Indonesia umumnya, sehingga dapat terwujudnya kondisi kehidupan kemasyarakatan yang baik, serta memperoleh ridlo dan ampunan Allah SWT (baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur).
Oleh karena itu agama menjadi faktor yang sangat penting dalam pelestarian lingkungan hidup sehingga akibat kerusakan lingkungan dapat dikurangi. Konsepsi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berbasis agama dimana MUI akan berperan aktif dalam membangun peradaban masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip Eco-Teologi islam sebagai bagian dalam membantu pelaksanaan program pemerintah. Kita tunggu langkah-langkah nyata lainnya dan program kegiatannya ditahun 2011 ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar