Minggu, 13 Februari 2011

Kelahiran Manusia Rahmatan Li'l 'alamin

http://islamicentral.blogspot.com/
Allah telah mengangkat para rasul semenjak Nabi Adam as. secara berturut-turut sampai menjelang kelahiran Nabi akhir zaman Muhammad saw. Lalu dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya Allah membangkitkan Nabi terakhir itu di negeri Arab.

Ketika itu dunia Arab tidak dikenal sebagai negeri yang berperadaban tinggi, atau pusat perdagangan dunia. Juga bukan suatu negeri pusat budaya yang menyebarkan ilmu pengetahuan keseluruh dunia. Atau pusat penyebaran agama besar dunia. Juga tidak dikenal sebagai tempat pengajaran agama monotheisme dari ajaran Musa as. maupun ajaran monotheisme dan moral yang tinggi dari ajaran Isa Al Masih as.


Dalam segala hal negeri ini banyak tertinggal dalam kemajuan zaman, namun jika dibandingkan dengaan negeri-negeri lain sezamannya kita mengetahui, bagaimanapun majunya negeri tersebut juga belum mempunyai peranan penting dalam membangun manusia dan kemanusiaan, demikian pula dalam bidang keduniaan, pembangunan materi dan kemakmuran duniawi, belum ada negeri yang dapat dikatakan dalam kemajuan. Dengan kata lain seluruh dunia dalam keadaan gelap yang memerlukan cahaya yang dapat memberi penerangan. 

Zaman itu dikenal dengan sebutan “zaman jahilyyah”; zaman kebodohan. Namun jangan diartikan harfiyah. Karena dikalangan bangsa Arab yang ummiy (buta huruf) itu terdapat orang yang bernama Waraqah bin Naufal, seorang pngikut agama Nabi Isa as. yang Ahli dalam Kitab Taurat dan Injil, dan bahkan dia banyak sekali menulis ayat-ayat dari Kitab Taurat maupun Injil. Dan di sana juga terdapat pendeta-pendeta Yahudi yang mengerti kandungan Kitab-Kitab Suci.

Dalam bidang perdagangan, dan ini adalah penghasilan mereka yang pokok selain berternak dan sedikit dalam pertanian, terutama di tanah yang subur, mereka telah melakukan perdagangan manca negara yang jaraknya cukup jauh dilihat dari zaman itu. Mereka telah mengenal pakain sutera, cincin permata dan lain-lainnya layaknya negeri yang telah memiliki perdaban yang maju.

Zaman jahiliyyah, maknanya adalah suatu zaman, yang masyarakatnya belum mengenal arti sebenarnya tentang agama sebagai landasan hidup, perundang-undangan sebagai pengatur kerukuanan dan kebahagiaan manusia, lebih dari itu buta syari’at dan akhlak yang mulia. Oleh karena itu di zaman modernpun bila masyarakat berkondisi seperti itu juga disebut zaman jahilyyah walaun ditambahkan kata “zaman jahiliyyah modern”.

Masa seperti itulah seorang wanita bernama Aminah mengandung janin dari suaminya Abdullah putera Abdul Muttalib bangsawan Quraisy. Aminah ditaqdirkan tidak lama bersanding dengan suaminya, karena ketika kandungannya berusia enam bulan, suami yang dicintainya itu meninggal dunia.

Setelah sempurna dan genap bayi yang dikandungnya, maka lahirlah bayi laki-laki yang sehat dan tampan dan dia beri nama Muhammad. Dalam waktu yang singkat tersebarlah berita bahagia itu. Dan kakeknya, Abdul Muttalib segera datang dan menggendong sang cucu tercinta itu, membawa ke Ka’bah, Masjidi ‘l Haram dan memberinya nama Ahmad. Suatu nama yang mempunyai arti yang sangat indah penuh harapan di masa mendatang, “yang terpuji”

Dan ternyata sejak anak-anak Muhammad saw. benar-benar mempunyai akhlak yang terpuji. Di kalangan para pemuda Arab dia sangat berbeda dengaan tingkah laku mereka yang kadang kadang tidak layak, tetapi Muhammad saw. tidak terpengaruh oleh akhlak buruk sekitarnya.Walaupun masyarakatnya menyembah batu berhala, namun Muhammad saw. tak pernah sekalipun melakukannya.

Pada usia dua puluh lima tahun gelar Al Amin (yang terpercaya) diberikan masyarakat kepadanya walaupun gelar seperti itu belum pernah diberikan kepada orang lain sebelumnya, karena dia telah dapat menyelesaikan pertentangan yang hampir menyulut peperangan antar suku. Yaitu ketika Ka’bah selesai diperbaiki dan terakhirnya ialah peletakan Hajaru ‘l Aswad di tempatnya, siapa yang berhak meletakkannya. Maka setiap suku merasa berhak meletakkannya dan tidak seorangpun mau mengalah, kecuali dengan mengangkat pedang
Karena itu adalah kehormatan besar.

Seorang tua dikalangan mereka menyatakan, hendaklah mereka minta keputusan orang yang pertama-tama masuk Masjidi ‘l Haram. dan ternyata dia adalah Muhammad saw. Lalu dia memutuskan bahwa mereka semuanya mempunyai hak yang sama. Kemudian Muhammad saw. membuka sorbannya dan menghamparkannya. Seluruh ketua suku disuruhnya memegang ujung sorban dan beliau ambil Hajar Aswad dan meletakkannya kedalam sorban itu dan mereka mengangkatnya sampai di dekat tempat Hajar Aswad, dan Muhmmad saw. kemudian mengambil Hajar Aswad dan meletakkan ketempatnya atas petunjuk mereka. Muhammad saw. telah mendamaikan pertentangan dan telah menghindarkan peperangan. Merekapun memberi gelar Al Amin, yang terpercaya.

Siapakah di zaman kita sekarang yang dapat meredam pertentangan yang akan terjadi? Atau permusuhan yang berlarut-larut ?.  Kita tunggu jawabannya.

Tetapi kalau kita ubah bentuk pertanyaannya, siapakah yang mengobarkan permusuhan, pertentangan dan istilah trendinya melanggar hak-hak asasi manusia.?. Maka dalam waktu singkat setiap orang akan dapat mengumpulkan nama-nama terkenal dan orang-orang besar dunia.

Dan kalau kita tanyakan siapa yang tanpa pamrih mengajar manusia untuk memperoleh kesempurnaan hidup mulia lahir batin, mengangkat harkat dan martabat manusia kejenjang kesejajaran dan persamaan kewajiban dan hak, tentu kita akan seribu kali menoleh ke kakanan dan kekiri.

Muhammad saw. adalah “uswah hasanah”, contoh teladan yang mulia bagi setiap orang yang menginginkan keridaan Allah dan ingin mendapat kemuliaan akhirat, sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Al Quran :

“Sungguh pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kamu, bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan hari kemudian dan banyak mengingat Allah. ”   [QS. Al Ahzab (33) : 21].

Muhammad saw. sebagai pribadi, adalah seorang yang sangat sederhana, tak pernah menampakkan kemewahan dikala tak berpunya dan ketika kekuasaan besar telah berada digenggaman tangannya.

Suatu ketika Umar bin Khattab ra. mengunjungi Muhammad saw. yang dipi beliu tampak bekas anyaman tikar sehabis beliau berbaring, Umar menangis, : “Ya Rasulullah, seandainya engkau ingin kami bangunkan istana seperti istana Kisra kami tentu sanggup membangunkannya”. Beliau menenangkan Umar, : “Aku tidak diutus untuk itu”.

Beliu menjahit sepatunya sendiri, menjahit kancing bajunya. Padahal konon Napoleon Bonaparte pernah mengatakan tentang beliau, “Aku baginya hanya layak sebagai tukang pemasang sepatunya saja”.

Maka sungguh tidak berlebihan, walaupun dengan berbagai pertimbangan atau tanpa pertimbangan apapun bahwa Michael H. Hart dalam bukunya, The 100, a Rangking of the Most Influential Persons in History, meletakkan Nabi Muhammad saw. sebagai urutan pertama.

Tingkah laku Nabi Muhammad saw. hampir semua terekam dalam riwayat Hadis-Hadis Sahih, dari sejak cara berjalan, sikapnya bila seseorang memanggilnya, ketika bertamu, ketika akan bertamu, ketika menegur orang yang salah dalam sikap hidupnya.ketika memberi penghargaan dan gelaran, memberi sanjungan dan penilaian, bahkan cara meludah dan maaf, isterinya menyatakan betapa halus perangai beliau ketika berbaring dengan isterinya.

 Di antaranya saya ingin mencontohkan beberapa hal sebagai berikut :
1.       Abu Daud meriwayatkan dari ‘Aisyah ra.: Adalah bila beliau masuk ke rumah dan betanya : “Adakah padamu makanan ?” bila dikatakan tidak ada, beliau mengatakan: “Kalau begitu aku berpuasa”.
2.       Ibnu Sa’d meriwayatkan dari “Urwah ra. : “Bila beliau mendengar nama yang jelek, beliu mengubahnya dengan nama yang lebih baik dari itu”.
3.       Al Baihaqiy meriwayatkan dari Rifa’ah Al Juhaniy : Adalah bila beliau bersumpah, beliau mengatakan : “Demi Zat yang jiwa Muhammad berada pada genggaman kekuasaannya”.
4.       Ahmad bin Hanbal, Bukhoriy dan Tirmizi meriwayatkan  dari Anas bin Malik ra : “Adalah bila beliau berkata-kata dengan suatu kalimat, beliau mengulangnya tigakali hingga dapat difahaminya dan bila datang pada suatu kaum lalu memberi salam kepada mereka, beliau memberi salam tiga kali”.
5.       Abu Daud meriwayatkan dari Abu Musa Al Asy’ariy ra. : “Bila beliau mengutus salah seorang dari sahabat-sahabatnya dalam sebagian urusannya, beliau berpesan : “Gembirakan jangan kamu takut-takuti, permudahlah jangan kamu persulit”.
6.       Ahmad bin Hanbal, Bukhariy, Muslim dan An Nasa’iy meriwayatkan dari Anas bin Malik ra. menyatakan : “Rasulullah saw. tidak mengetuk (pintu) keluarganya di malam hari”.
7.       Ahmad bin Hanbal, At Turmuziy dan Al Hakim meriwayatkan dari Jabir bin Samurah : “Beliau tidak tertawa tetapi hanyalah tersenyum”.
8.       Beliau teramat tinggi perhatiannya kepada pembantunya, beliau bertanya : “Apakah kamu memerlukan sesuatu ?”. terhadap hewan belaiu selalu meperhatikan makanan dan minumannya.

Tak ada seorang manusia yang riwayat hidupnya diceritakan orang langkah demi langkah kecuali beliau saw.

Demikianlah Muhammad saw. Telah membina sahabat sahabatnya, sehingga mereka   menjadi orang-orang besar dunia karena meneladaninya, bahkan setiap abad akan lahir manusia-manusia besar di zaman mereka masing-masing di seluruh  penjuru bumi ini. Umatnya menjadi besar karena beliau, tetapi beliau menjadi besar bukan karena Muhammad saw. sebagai pemungkas para nabi dan rasul, beliau adalah manusia teladan, bukan hanya bagi umatnya yang beriman kepadanya saja, tetapi juga bagi seluruh umat manusia. Muhammad saw. keteladannya tidak terikat oleh negeri, kebangsaan apalagi kesukuan. Beliau dengan rendah hati membuat tamsil tentang kedudukannya sebagai penutup para nabi dengan ibarat yang menawan :

“Perumpamaanku dalam (kenabian) para nabi ialah bagaikan seorang lelaki  membangun rumah, lalu diperindahnya, disempurnakannya dan dibaguskannya,dan dia tinggalkan padanya tempat satu bata yang belum dipasangnya, kemudian jadilah masyarakat mengelilingi bangunan itu, mereka mngaguminya, dan merek mneyatakan: “(Alangkah indahnya) seandainya disempurnakan peletakan batu bata ini !”. Maka saya dalam kalangan para nabi adalah peletak batu itu !”. (Ahmad bin Hanbal dan At Turmuziy dari Ubay, Bukariy dan Musslim dari Jabir, Ahmad bin Hnbal dan Muslim dari Abu Sa’id).

Nah betapa rendah hati Rasul pemungkas, penutup dan penyempurna ajaran para nabi bahwa dirinya hanyalah : “Peletak satu batu bata terakhir”.

Sabdanya lagi :
“Perumpamaanku dan apa yang aku diutus membawanya, bagaikan seorang  lelaki yang datang kepada suatu kaum lalu mengatakan, “Wahai kaumku sesungguhnya aku melihat pasukan dengan mataku, dan sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang sebenarnya, maka selamatkan dirimu, maka sebagian kaumnya mentaatinya, mereka bersiap siaga dan mereka berjalan dengan berhati-hati maka selamatlah mereka. Dan sebagian kaumn mendustakannya, lalu mereka menetap ditempat mereka, kemudian pagi-pagi pasukan itupun menyerang mereka, menghancurkan mereka dan memporak porandakan mereka.  Demikianlah perumpamaan orang yang mentaatiku lalu  mengikuti apa yang aku bawa untuknya, dan perumpamaan orang yang melawanku dan mendustakan apa yang aku bawa untuk mereka dari kebenaran. (Bukhoriy dan Muslim dari Abu Musa Al Asy’ary).

Demikianlah yang dapat kami sampaikan dengan singkat, betapa mulia dan betapa rendah-hati beliau Rasulu ‘llah saw. Rasul akhir zaman itu. Sifat dan sikap tawadu’ beliau begitu melekat dalam kehidupan beliau pada waktu belum memiliki kekuatan dan ketika kekuasaan telah berada di dalam genggaman tangan beliau.

Semoga sifat mulia ini dapat kita teladani, lebih-lebih oleh siapapun yang menjadi pemimpin umat, baik pemimpin formal maupun pemimpin umat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar