Senin, 29 Agustus 2011

Urgensi Membaca dan Mengamalkan Al-Quran

[MSB]  Marilah kita tingkatkan taqwa kita kepada Allah. Kapan dan dimana? Dalam keadaan apapun dan di manapun kita berada. Termasuk takwa adalah kita berusaha semaksimal mungkin membangun diri dan keluarga kita menjadi keluarga Qur’any. Keluarga Qur’any adalah mereka yang hidup dan kehidupannya selalu diliputi oleh sifat-sifat ke Quran-nan, yaitu selalu cinta kepada nabi dan keluarganya, serta membaca Al-Quran yang diturunkan kepadanya.

Sebagaimana yang diwasiatkan oleh Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib k.w. yang maknanya: “Didiklah anak-anak kalian dengan tiga hal:

  1. Cinta kepada nabi kalian. Cinta kepada nabi, sudah pasti cinta kepada Allah, dan mentaati nabi-nabiNya dalam segala hal yang menyebabkan ia dicintai oleh Allah dan diampuni segala dosanya. Katakanlah: “Jika kamu (benar2) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dasa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [AIi Imran (3):31].
  2. Cinta kepada keluarganya. Cinta kepada keluarganya (ahlil bait) sudah seharusnya, karena beliau juga cinta kepada keluarganya.
  3. Cinta membaca AI-Qur’an. Sudah pasti, tidak bisa tidak, karena beliau adalah orang yang pertama mencintai dan membaca Al-Quran, serta belajar dan mengajarkannya. Sabda beliau, “Sebaik-baik kalian adalah diri yang mempelajari AI-Qur’an dan men gajarkannya. (HR Bukhori).


Beliau belajar membaca AI-Qur’an kepada malaikat Jibril sewaktu di Gua Hira di mana beliau dimohon membaca dengan ucapan “iqra’ (bacalah) hingga tiga kali beliau selalu menjawab : maa ana biqori’in (aku tidak bisa membaca). Barulah maaikat Jibril mengajarinya dengan membaca surah AI-AIaq: 1-5).

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.
yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.

Sejak itu hingga masa kurang Iebih 23 tahun, nabi selalu diajari membaca ayat-ayat AI-Qur’an yang diturunkan kepadanya, hingga khatam AI-Qur’an. Sebagai bukti yang diceritakan oleh AI-Qur’an bahwa pada suatu hari, ketika Nabi diajari membaca oleh Malaikat Jibril, beliau begitu antusias dan semangat sehingga Jibril belum selesai membaca, beliau tergesa menirukannya, hingga turun ayat kepada beliau surat Al-Qiyamah: 16-18).

“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.. apabila Kami telah selesai membacakannya, Maka ikutilah bacaannya itu”.

Selanjutnya be!iau mengajarkan pembacaan Al-Qur’an ini kepada para shahabatnya, dan para sahabatnya mengajarkannya kepada tabiiin dan oleh tabi’iin dan para tabi’in kepada tabi’ut tabiin dan seterusnya , serta oleh para guru pada muridnya, hingga hari kiamat.
OIeh karena itu, orang yang terbaik di dunia inl adalah orang yang belajar dan kemudian mengajarkan Al-Qur’an. Sudah barang tentu yang dimaksudkan Al-Qur’an ini bukan semata-mata bacaannya saja, melainkan pengertiannya yang bisa difahami lewat ilmu tafsirnya, hukum-hukumnya, lewat ilmu fiqihnya, ilmu tasawufnya, peristiwa-peristiwa sejarah umat-umat terdahulu, lewat ilmu tarikhnya dan masih banyak lagi yang dicakup oleh ulumul Quran (ilmu-ilmu Al-Qur’an).

Jadi orang mengkaji Al-Qur’an yang dimaksud adalah mengkaji seluruh ilmu yang dicakup oleh ulumul Qur’an tersebut. Memang minimal orang wajib mempelajari membacanya saja dengan baik sesuai dengan ilmu tajwid dan ini hukumnya fardhu ‘ain. atau Iebih dari seperdua itu. dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan, (Al-Muzammil).

Tartil, sebagaimana yang didefinisikan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib k.w., “Attartill huwa tajwiidul huruuf wa ma’rifatul wukuuf” (Tartil itu adalah memperbagus bacaan huruf Al-Qur’an dan mengerti tempat berhenti dan memulainya).

Sebagaimana kita ketahui bahwa, begitu pentingnya tartil Al-Qur’an, sehingga Allah menjadikan surat Al-Fatihah sebagai rukun qouli dari shalat kita, harus tartil, tidak boleh salah. Salah baca Al-Qur’an itu ada dua macam:
  1. Salah yang tidak merusak makna, yakni salah samar/ringan (khatha’ khafi). Ini tidak membatalkan shalat, namun pelakunya tetap berdosa dan tetap wajib belajar hingga benar. Misalnya yang mestinya dibaca panjang 1 alif dibaca 2 alif atau 3 alif. Dan semestinya dibaca panjang 3 alif dibaca hanya satu alif.
  2. Salah yang membatalkan shalat, yaitu yang disebut khaths’ jali (salah yang jelas). Seperti an’amta dibaca an’amti dan sebagainya, karena ini merusak makna. 


Baiklah kita kembali pada uraian keluarga Qur’any. Jadi berdasarkan uraian di atas setiap muslim dan muslimah wajib berusaha menjadi manusia Qur’any dan semata-mata karena Allah SWT, agar tidak merugi kelak di akhirat.

“Sungguh orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dan rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. (QS. Fathir: 29)

KHM. Bashori Alwi Murtadho
Dakwah Juam’at Al-Akbar No.176, 15 Syawal 1431H


Artikel Terkait:




6 komentar:

  1. Jika kita mencintai seseorang... tentunya kita juga akan mencintai beberapa hal...

    diantaranya adalah.. kita akan mencintai warisannya.. atau apa yang diberikan kepada kita setelah sepeninggalannya...

    Bukti cinta kita kepada seseorang dengan cara menjaga, merawat, menyayangi.. serta mengamalkan apa yang di wasiatkan oleh orang yang kita cintai...

    Contoh sederhana dalam kehidupan yang sering kita temui, diantara dua muda mudi yang sedang jatuh cinta, dan ketika diantara mereka memberikan hadiah, berupa benda (contoh saja kalung) maka ia akan merawat sebaik mungkin kalung tersebut, menjaganya, dll.

    Postingan yang bagus mas ... teruslah berkarya.. salam ukhuah...

    BalasHapus
  2. subhanallah.. postingan yang bagus pak :)

    Admin blog "Aku Mereka dan Hidup Ku" mengucapkan:
    Happy Eid Mubarak :)
    Taqoballahu minna wa minkum, syiamana wa syiamakum.. Mohon maaf lahir dan bathin :)

    BalasHapus
  3. @Opick Amikom:
    Salam kembali akhi Opick. Bisakah kita mencintai tanpa memiliki? atau memiliki tanpa mencintai?

    Bukankah lebih baik kita mencintai yang kita miliki daripada memiliki yang tidak kita cintai?

    Terimakasih, Salam.

    BalasHapus
  4. @Irma Devi Santika:
    Taqobbal ya kariim, ukhti Irma, mohon maaf juga bila terselip kata yang tidak berkenan selama saling berkunjung di ranah maya ini.

    Salam.

    BalasHapus
  5. Subhanallah pak postingan yang menggunggah.Minal Aidzin Wal Faidzin.

    BalasHapus
  6. @zarda blog:
    Terima kasih, semoga anda sukses selalu.

    Salam Takzim.

    BalasHapus