Jumat, 29 April 2011

Totalitas Ibadah

http://baguse-rek.blogspot.com/
[MSB]     “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah” [QS. Al-Dzariyat  (51) : 56].

Ayat Al-Quran di atas sekalipun ungkapannya pendek, akan tetapi mengandung sebuah hakekat yang amat penting. Karena kehidupan manusia di muka bumi ini tidak akan menjadi benar dan mapan tanpa memahami hakekat itu dengan benar, baik dalam kehidupan pribadi atau sosial, bahkan dalam kehidupan manusia secara keseluruhan.

Hakekat tersebut adalah ibadah kepada Allah swt. Ibadah diartikan sebagai segala sesuatu yang diridloi Allah swt dalam bentuk ucapan dan perbuatan lahir atau batin. Pengertian mi mencakup shalat, puasa, zakat, haji, menunaikan tugas, berbuat baik kepada orang tua, silaturrahmi, amar ma’ruh nahi munkar, berjuang mempertahankan agama, bersikap baik dengan tetangga, anak yatim, fakir miskin dan amalan-amalan Iainnya.

 
Dan uraian diatas bisa difahami bahwa ibadah tidaklah sekedar mencakup salat, puasa dan semisalnya. Tetapi ibadah meliputi totalitas kehidupan manusia, baik sisi ekonomi, sosial, politik, budaya dan Iainnya. Bahkan Iebih dari itu, dalam pandangan Islam, amalan-amalan mubah, seperti makan, minum, tidur, rekreasi dan sebagainya bisa berubah menjadi amal ibadah manakala amalan tersebut dilakukan guna mencari keridloan Allah swt dan tidak dicampurbaurkan dengan kemungkaran. Déngan memasukan segala aspek kehidupan manusia kedalam ibadah, maka seorang muslim bisa mempersembahkan segenap hidupnya untuk beribadah kepada Allah swt.

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Katakanlah sesungguhnya salatku, ibadahmu, hidupku dan matiku semata untuk Allah Dzat Penguasa alam semesta [QS. Al-An’am (6): 162]."
 
Dan sinilah, maka predikat ahli ibadah bisa dan harus diraih oleh setiap muslim dari segala profesi dan lapisan dalam masyarakat, oleh rakyat atau pejabat, ilmuan atau ustadz, tua atau muda, pria atau wanita dan si kaya atau si papa.

Dampak Salah

SaIah faham terhadap konsep ibadah yang komprehensif tersebut, misalnya dengan mengartikan ibadah hanya pada ibadah ritual semata seperti salat dan puasa, mengakibatkan kerugian terhadap diri manusia karena dia tidak bisa menjadikan segenap hidupnya untuk beribadah kepada Allah swt. 

Di sisi lain, dengan mengartikan ibadah hanya pada ibadah ritual semata, berdampak pada pemisahan kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya dan sisi-sisi lain seorang muslim, jauh dari tuntunan agama. Seakan sisi-sisi tersebut tidak memerlukan tuntunan agama, padahal Islam mengatur segala sisi kehidupan manusia.
 
Makanya, tidaklah heran manakala kita menyaksikan banyak kasus yang menyedihkan, dimana banyak orang rajin melakukan shalat, puasa, haji (bahkan lebih dan satu kali) serta tekun melakukan shalat-shalat sunah, akan tetapi manakala ditengok kehidupan sosial, politik dan ekonominya, ia jauh dan tuntunan agama.
 
Dalam mencarii rizki, Ia seringkali menghalalkan segala cara, ia tak peduli dengan makanan, yang dikonsumsinya, apakah diperoleh dengan cara halal atau haram, yang penting baginya adalah empat sehat lima sempurna. Unsur halal tidak pernah menjadi pertimbangannya. Dalam kehidupan politik, ia tidak memiliki kemauan untuk mengadopsi kepentingan Islam dan kaum muslimin yang merupakan kewajiban setiap muslim.
 
Dampak lain dari salah faham terhadap konsep ibadah adalah ketidak pedulian terhadap Iingkungan. Seorang muslim yang melihat ibadah hanya terfokus pada ibadah ritual semata seringkali tidak memperhatikan dan tidak melihat bahwa umat Islam, sekarang ini tengah dalam gempuran budaya, informasi dan serangan pemikiran dan berbagai penjuru dunia yang berseberang an dengan tuntunan Islam.

Kondisi seperti ini mengakibatkan banyak diantara kita, anak-anak, kawula muda dan bahkan orang tua yang tidak mengenal tuntunan agamanya dengar benar dan memadai. Banyak diantara kita yang Iebih dekat dengan majalah hiburan dari pada Al-Quran, banyak yang Iebih mengenal bintang sinetron yang berperilaku bebas daripada sejarah Rasulullah saw dan para sahabatnya.
 
Maka tidaklah heran banyak diantara generasi muda dan tua terpuruk kedalam kubangan dekadensi moral dalam berbagai bentuknya. Perjudian, narkoba dan prostitusi merajalela dimana-mana, seakan sudah menjadi gaya hidup yang harus diterima secara wajar. Sementara seks bebas dan aborsi dilakukan dengan enteng dan gampang. Celakanya, tak sedikit diantara umat Islam yang melatih putra-putrinya masuk ke dalam perangkap budaya negatif dengan membiarkan anak-anak mereka berpakaian ketat dan terbuka atau mendorong anaknya jadi anak gaul dalam pengertiannya yang negatif.

Prilaku yang demikian merupakan salah satu sebab yang menjadikan umat Islam dalam posisi Iemah dan tidak berbobot dafam panggung masyarakat dunia. Sejarah membuktikan, bahwa umat Islam akan jaya dan maju manakala mereka menjalankan tuntunan agamanya dengan benar dan komprehnsif. Sebaliknya, umat Islam akan mundur dan hancur apabila mereka jauh dan ajaran agamanya.
Merekapun seringkali bersikap masa bodoh terhadap kemungkaran yang merajalela lewat berbagai sarana yang makin hari makin canggih.

Mereka cukup puas dengan shalat dan puasa. Seakan ibadah hanya boleh hidup dalam masjid saja. Sedangkan di luar mesjid, di pasar, di kantor, di media massa, ibadah tidak memiliki tempat baginya, bahkan terkadang mereka menjadi pendukung kemungkaran. Di tengah arus globalisasi yang begitu dahsyat yang membawa nilai-nilai positif dan negatif, upaya pemeliharaan dan peningkatan komitmen seorang muslim terhadap ibadah kepada Allah swt sebagai tugas utamanya bukanlah hal yang mudah. 

Ia memerlukan kesabaran yang prima dan lingkungan yang kondusif yang mendukungnya, sehingga ia bisa tetap eksis dan hidup dengan keimanannya yang aktif dan dinamis yang buah positifnya memancar dalam kehidupan keseharian, dan ia tetap berpegang teguh bahkan bangga dalam mengikuti ajaran dan sunnah Rasulullah saw sehingga ia berhak memperoleh predikat orang yang berbahagia. 

Rasulullah bersabda :‘Berbahagialah orang yang melihatku dan beriman kepadaku dan berbahagialah, berbahagialah dan berbahagialah orang yang tidak melihatku tetapi beriman kepadaku.” Wallahua’Iam.

Sumber: Lembar Jumat IKADI |Edisi 94 th.II, 24 Jumadil ‘Ula 1429H/30 Mei 2008|






Tidak ada komentar:

Posting Komentar