Rabu, 04 Mei 2011

Memberantas Kebodohan

http://baguserek.blogspot.com/
[MSB]  Peringatan HARDIKNAS 2 Mei 2011 sangat tidak mempunyai gaung, tertutup oleh hingar bingar hari buruh atau 'May Day'. Hari buruh diperingati oleh para buruh dengan melakukan aksi turun ke jalan diseluruh penjuru tanah air. Para pengamat dan politisi pun seolah enggan berkomentar mengenainya. Saya dan anda pun mungkin sudah mulai apatis terhadapnya. Ya, Hardiknas memang kita peringati setiap tahun, tetapi perubahan yang ada dirasakan sangat lambat. Dan Kita semakin tertinggal dengan negara-negara dikawasan ASEAN, apatah lagi bila dibandingkan dengan negara Eropa dan Amerika. 

Untuk proses pendidikan  dan pemberantasan kebodohan, mari kita lihat konsep Islam tentang hal ini. Islam hadir sebagai agama yang dan konteks kitab sucinya langsung mengarahkan agar umatnya tidak menjadi umat yang bodoh. Dalam konteks memerangi kebodohan, sebenarnya dimulai dari perintahNya yakni “iqra” (bacalah). Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS Al-Alaq (96 ) : 1-5).
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ  - خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ  - اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ  - الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
 - عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

Sebenarnya kalau semua ini diterapkan dengan benar berarti sudah tidak ada lagi kebodohàn. Berarti konsep Islam itu seharusnya pintar dahulu, baru kemudian menyembah Tuhan. Pengertian Iqra’ dari sisi tekstual adalah Al-Quran itu sendiri. Sebagaimana riwayat bahwa ketika Malaikat Jibril ketika datang ke Gua Hira’ lima ayat tersebut disodorkan kepada Muhammad lalu mengatakan : iqra’ ya Muhammad! Lalu nabi menjawab,” afwan, ya Jibril maa ana biqariin” (maaf saya tidak pandai membaca). Kalau melihat konteknya, yang disuruh membaca itu adalah alaq, dzikr, berarti berfikir, merenung, mengekplor, meneliti, mengembangkan. Maka jadilah ilmu pengetahuan dan tehnologi. Sehingga di sisi kontek , membaca berarti membuat umat slam pintar dan menguasai ilmu pengetahuan dan tehnologi.

Sejara h telah membuktikan, kalau kita membaca buku yang berjudul, Sumbangan Islam Terhadap Ilmu Pen qetahuan Modern. Mulai abad delapan hingga abad empat belas, kira-kira delapan ratus tahun umat Islam di puncak kejayaan, ketika Inggris, Prancis, Jerman, belum tahu apa-apa, masih buta huruf, ketika Amerika masih hutan belantara. Misalnya Universitas Al-Azhar Kairo, mulai muncul tahun 1000 masehi. Dua ribu bahkan empat ribu tahun sebelum masehi ,itulah tempat pertama kali ilmu itu dikembangkan. Kalau kita hubungkan dengan piramida zaman Fir’aun, Musa, bangunan yang hebat seperti itu, lalu kita hubungkan dengan mumi, tentu terjadinya dua ribu tahun sebelum masehi. Tetapi sekarang kalau kita membaca ilmu pengetahuan apapun selalu dirujuk dan zaman Yunani kuno. Pluto, Sokrates, Aristoteles dlsb. Ilmu politik starting pointnya dari sana. Ilmu Psikologi, ilmu Biologi dan lain sebagainya semua merujuk pada zaman Yunani kuno. Padahal Mesir jauh lebih dahulu, Babilonia Iraq Selatan, jauh lebih dulu. India, China juga jauh lebih dulu.

Kenapa ilmu pengetahuan selalu rujukannya Yunani? Al-qoumu ‘alad diini mulukihim (masyarakat selalu tunduk kepada siapa yang berkuasa). Karena sekarang yang berkuasa orang barat, maka mau tidak mau kita tunduk pada rekayasa orang barat. Padahal kalau kita lihat, Yunani pun hanya sekedar ilmu dalam arti filsafat, bukan ilmu dalam arti pijakan untuk membangun tehnologi bersandarkan penelitian empirik. Kalau dasarnya penelitian empiric, ya Islam.

Kitab Allah ada dua, kitab yang tertulis dan kitab yang terhampar di alam jagad raya ini. lbnu Taimiyah yang dipandang sebagai ulama Fiqih dalam kontek memaknai ayat-ayat kauniyah prinsip beliau
Alhaqiiqah Iii a’yaan Iaafiladhaan (realitas empirik itu kebenarannya di lapangan menurut pengelihatan, observasi bukan diangan-angan dalam fikiran). lni sudah beliau katakan jauh lebih dahulu sebelum ilmuwan barat, tetapi yang dicatat sebagai ilmu empirik bukan lbnu Taimiyah, karena yang berkuasa adalah orang barat.

Atas dasar itulah, mari memaknai iqra’ memberantas kebodohan ini bukan hanya sekedar memberantas buta huruf tetapi lebih dari itu yakni memberantas ketidakseimbangan penguasaan putra-putri muslim, terhadap ilmu pengetahuan tehnologi dari satu fihak serta kekokohan iman terhadap Allah SWT pada fihak yang lain. Pengalaman masa lalu banyak yang pinter di bidang iptek, tetapi tidak punya keimanan yang kuat, akhrnya malah memusuhi Islam, walaupun KTPnya Islam. Sebaliknya, pinter ilmu agama, tetapi tidak menguasai ilmu pengetahuan dan tehnologi, juga akan merepotkan. Dia akan menjadi lemah hidupnya.

Kalau kita merujuk ke zaman keemasan Islam, yang mengandalkan semangat “Iqra”, mereka menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi  jauh sebelum Negara lain mengerti  kekuatan teknologi, Otoman sudah menguasai, sehingga ditakuti saat itu. Waktu itu terkenal dengan Dinasti Born, karena yang menemukan misieu, ilmu kimia dan Iainnya.

Jadi kalau kita lacak seluruh ilmu pengetahuan empirik yang menemukan umat Islam. Kemudian bersamaan dengan hancurnya Spanyol, waktu itu Andalus, yang pernah diperintah oleh Islam kurang lebih 600 tahun. Lalu ilmu itu mengalir ke Barat, kemudian dikembangkan di sana, kemudian berbalik menyerang kita, sehingga hasilnya seperti sekarang ini. Timur Tengah diacak-acak. Opini publik sudah dikuasai, sehingga kalau orang Gaza yang disiksa seperti itu kemudian berani melawan, dinamakan teroris, kalau menyerah dan mau dibunuh namanya toleran. lnilah dunia sekarang yang bisa dibolak-balikkan oleh Barat.

Untuk itu, marilah kita didik anak-anak kita agar berimbang antara agama dan ilmu pengetahuan, agar tidak menjadi umat yang lemah. Almukminu qowly ahabbu ilallah minal mukminu’dh dha’iif (orang beriman yang kuat lebih dicintai Allah daripada mukmin yang Iemah), ( HR Bukhori Muslim).



Sumber Ide: “Memberantas Kebodohan” oleh Prof. Dr. H. Imam Bawani, MA.





2 komentar:

  1. kita terlelau terlena dengan hal2 kecil, serta terlalu asyik dengan dunia.

    BalasHapus
  2. @Anonim:
    setuju sekali dengan pendapat anda. Terima kasih, salam takzim.

    BalasHapus